Selasa, 13 Januari 2009

Belajar dari Masa Lalu

Kafemuslimah.com Suatu ketika, tiga orang petualang merencanakan untuk bersama-sama menaklukkan satu gunung yang dikenal dengan keganasan medannya. Rencanapun disusun sematang mungkin. Mulai dari perijinan, perbekalan, peralatan, persiapan fisik dan mental dan yang tidak kalah penting pematangan ketrampilan dasar minimal yang harus mereka kuasai agar dapat menyelesaikan ekspedisi kecil mereka dengan sukses. Saat tiba harinya, mereka memulai perjalanan dengan cermat dan berhati-hati. Ternyata memang terbukti keganasan alam di gunung itu. Cuaca yang cepat berubah membuat mereka harus selalu siaga membaca kondisi medan. Namun ternyata, menjelang sampai di puncak, badai yang menyapu mereka membuat salah satu anggota tim cedera sementara satu anggota tim yang lain mulai menunjukkan gejala mountain sickness. Akhirnya satu orang yang tersisa memutuskan untuk menghentikan perjalanan ke puncak. Mengingat dia adalah satu-satunya anggota tim yang masih sehat, maka mau tidak mau dia bertanggungjawab pada keselamatan dua rekannya. Karena itu dengan susah payah dia berusaha membawa mereka ke tempat yang aman dan terlindung dari badai. Setelah mendirikan tenda untuk kedua temannya, dia memutuskan untuk turun gunung mencari bantuan pada penduduk sekitar. Namun sebelum pergi, dia meninggalkan pesan pada kedua temannya untuk tidak meninggalkan lokasi camp sampai bantuan datang menjemput mereka. Segenap kekuatan dia kerahkan untuk mencapai pemukiman secepatnya hingga dia berhasil membawa bala bantuan untuk teman-temannya. Namun ternyata, yang tersisa hanya tenda dan perlengkapannya. Sedangkan dua orang temannya sudah tidak ada lagi di tempat itu. Sejak saat itu, mulailah operasi penyelamatan itu berubah menjadi operasi pencarian. Penyisiran jejak-jejak yang ditinggalkan korbanpun dilakukan hingga akhirnya mereka berdua ditemukan dalam keadaan telah meninggal di jurang. Analisa yang muncul, kedua korban berusaha turun gunung dengan kondisi mereka yang lemah, namun justru terjatuh.

Cerita diatas termasuk cerita yang biasa muncul dalam dunia petualangan. Selain keganasan alam itu sendiri, munculnya korban-korban sebagai akibat lemahnya kondisi fisik, kurangnya perbekalan dan perlengkapan, kurangnya kerjasama tim maupun rasa percaya diri dan ego yang tinggi merupakan latar belakang yang klise bagi para aktivisnya. Meski begitu, tetap saja kasus-kasus serupa terulang dengan sebab yang bervariasi.

Bila dianalogikan dengan liku-liku organisasi, sebenarnya faktor-faktor dalam contoh diatas adalah penyebab klasik terhambatnya kinerja suatu organisasi. Dalam mencapai suatu tujuan tertentu, manusia seringkali berusaha berkumpul untuk saling bekerja sama sehingga beban yang terpikul untuk mencapai tujuan itu dapat berkurang. Hal ini diharapkan dapat berimbas pada keberhasilan mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, bermunculanlah bermacam-macam organisasi yang masing-masing mempunyai tujuan, visi dan misi, serta latar belakang dan kebijakan yang berbeda-beda. Tidak terkecuali organisasi pergerakan dakwah Islam. Di Indonesia, kita akan menemui bermacam-macam organisasi pergerakan Islam seperti Hizbut Tahrir, Laskar Jihad, LDII, Muhammadiyah, NU, dll.

Dalam dunia dakwah, begitu banyak tantangan-tantangan yang dapat menghambat, bahkan memukul mundur gerakan dakwah. Tantangan itu tidak hanya berasal dari musuh-musuh Islam. Bahkan sebagian umat muslimpun, disadari atau tidak, banyak yang kurang mendukung gerakan dakwah Islam. Dengan adanya fenomena tersebut, dapat dikatakan bahwa tarbiyah Islamiyah menjadi satu konsekuensi logis dari adanya kebutuhan untuk mewujudkan kaum muslim yang mempunyai komitmen terhadap harakah Islamiyah. Dan untuk mewujudkan tujuan tersebut, jelas diperlukan satu wadah yang dapat mengorganisir upaya tarbiyah Islamiyah tersebut. Dan saat berbagai unsur pendukung telah dipersiapkan, upaya untuk menjaga dan memelihara agar pelaksanaan tidak menyimpang dari tujuan awal sangat mutlak diperlukan. Apalagi saat di tengah-tengah proses yang mulai memperlihatkan tanda-tanda keberhasilan. Adakalanya muncul kepercayaan diri yang berlebihan hingga justru berakibat pada kegagalan.

Sejarah telah mengajarkan pada manusia. Selain kasus diatas, salah satu pelajaran berharga yang wajib untuk selalu diingat oleh para aktivis dakwah adalah kasus kelalaian para pemanah di perang Uhud. Dimana saat pasukan muslimin hampir mencapai kemenangan, keinginan para pemanah untuk mendapatkan ghanimah serta keyakinan akan kemenangan kaum muslim waktu itu membuat mereka lupa pada tugas penting mereka. Akibatnya, kemenangan yang hampir dicapai berbalik menjadi kekalahan. Banyak para sahabat yang syahid pada waktu itu, bahkan rasulullah sendiripun terluka dalam peperangan itu.

Banyak hal yang dapat diambil sebagai pelajaran dalam peristiwa itu. Dalam suatu organisasi, ada banyak faktor yang dapat menghambat kinerja jamaah dalam mencapai tujuan akhir mereka. Faktor-faktor itu diantaranya :

1. Motivasi awal seluruh anggota
Saat memasuki suatu jamaah, tentunya setiap anggota memiliki motivasi yang beragam. Namun ketika motivasi tersebut sejak awal sudah menyimpang dari tujuan awal berdirinya jamaah tersebut, maka dimungkinkan gerak anggota yang bersangkutan juga tidak akan efektif dan maksimal dalam mensukseskan tercapainya tujuan jamaah.

2. Kepercayaan diri/kebanggaan yang berlebihan
Tiap jamaah tentunya mengharapkan anggotanya memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap organisasinya. Karena itu diupayakan langkah-langkah yang efektif untuk membentuk sikap tersebut. Namun adakalanya, seorang anggota mempunyai dedikasi dan loyalitas yang terlalu tinggi. Kadang, rasa cinta dan kebanggaan yang berlebihan terhadap jamaahnya membuat anggota yang bersangkutan merasa bahwa hanya jamaahnya saja yang terbaik. Hal ini akan berbahaya bila justru membuat anggota yang bersangkutan jadi tidak mau tahu apapun tentang jamaah lain, termasuk diantaranya mempelajari kelebihan dari jamaah selain jamaahnya.

3. Egoisme tinggi yang melemahkan kemampuan kerjasama
Tiap manusia diciptakan dengan karakter pribadi yang berbeda. Dan saat berada dalam satu jamaah, sudah seharusnya ego dari masing-masing individu dikikis sehingga masing-masing pribadi mampu bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Namun adakalanya, manusia seringkali lupa bahwa saat dia memutuskan bergabung dengan satu jamaah, dia harus merelakan sebagian dari keinginan, harapan, tenaga, pikiran, waktu dan bahkan juga hatinya untuk mencapai tujuan bersama dari jamaah yang diikutinya. Dan ketika seorang anggota tidak mampu mengalahkan egonya demi kepentingan jamaahnya, yang terjadi hanyalah ketidaksesuaian antara gerak anggota yang bersangkutan dengan gerak jamaah yang diikutinya.

4. Lemahnya kepemimpinan
Satu contoh nyata kepemimpinan yang handal, jelas tertulis dalam sejarah dan dijadikan contoh sampai saat ini adalah kepemimpinan dan keteladanan dari rasulullah dan para sahabat. Atau bila merasa bahwa contoh dari mereka terlalu jauh untuk dijangkau oleh kita, mungkin kisah nyata berikut ini dapat pula dijadikan bahan pelajaran bagi calon-calon pemimpin.
Sekitar tahun 90-an, ditemukan sekelompok tim mapala yang meskipun tinggal tulang berbalut kulit, semua anggota tim selamat. Satu hal yang mencengangkan adalah, mereka berhasil selamat dari keganasan hutan belantara di Sumatra setelah sekian minggu dinyatakan hilang. Sementara, batas minimal kemampuan manusia tanpa asupan makanan yang berarti telah terlewati. Selamatnya satu tim itu membuktikan kehandalan pemimpin tim mereka. Seperti yang telah diketahui, secara psikologis manusia akan cenderung menjadi agresif dan irasional bila mereka berada dalam keadaan panik, takut dan juga lapar. Dalam kasus itu, pemimpin itu berhasil memompakan semangat untuk tetap survive pada masing-masing anggotanya hingga mereka dapat tetap bekerjasama yang membuahkan keselamatan mereka, meski bahkan sepatu kulit merekapun menjadi bahan makanan mereka untuk tetap bertahan hidup.

Kepemimpinan yang handal merupakan unsur yang harus dimiliki oleh tiap organisasi. Pemimpin yang handal akan mampu memanajemen berbagai unsur dan memadukan berbagai pribadi serta ego hingga masing-masing anggota mampu bekerjasama. Untuk mewujudkan itu diperlukan sebuah pribadi yang bermental kuat dan memiliki pemikiran yang matang. Banyak hal yang dapat mempengaruhi faktor lemahnya kepemimpinan ini antara lain : lemahnya pribadi dari pemimpin yang bersangkutan, kurangnya kontrol dari pemimpin terhadap anggotanya, ketidak sesuaian antara ucapan dengan realita yang dilakukan oleh pemimpin itu sendiri. Efek negatif yang mungkin timbul adalah tidak lagi didengarnya komando dari pimpinan itu sendiri. Selain itu, adanya tarik menarik antar berbagai kepentingan dari kaum elit jamaah yang bersangkutan juga dapat dijadikan sebagai indikasi lemahnya kepemimpinan. Dan ketika dalam suatu organisasi muncul faktor kelemahan kepemimpinan ini, maka peluang munculnya berbagai penyimpangan dari anggotapun akan sangat besar terjadi.

Ketidakseimbangan antara pengetahuan dan kematangan pribadi
Ketika anggota maupun pemimpin jamaah memiliki kualitas pengetahuan yang meningkat, namun tidak diimbangi dengan meningkatnya kematangan pribadinya, kemungkinan yang akan terjadi adalah munculnya gerak anggota tersebut yang kadang “mengejutkan”.

Ada satu contoh kasus menarik dalam hal ini : ketika menghadapi krisis SDM yang berkualitas,sebuah organisasi memutuskan untuk melakukan program peningkatan kualitas anggota barunya. Anggota elit organisasi itu mengerahkan segala kemampuan dan ilmunya untuk membentuk SDM yang handal baik di lapangan maupun organisasi. Bahkan ilmu-ilmu penemuan merekapun diajarkan kepada anggota tersebut. Hasilnya? Terbentuklah satu angkatan eksklusif dengan keahlian terbaik yang pernah dihasilkan oleh organisasi itu. Namun ternyata, barulah disadari bahwa akhirnya segelintir anggota tersebut menjadi besar kepala hingga bahkan meremehkan senior-senior mereka. Puncaknya, 5 orang dari kelompok eksklusif tersebut diketahui membocorkan “ilmu-ilmu rahasia” organisasi mereka pada organisasi lain yang sejenis dengan menjadi instruktur maupun pejabat inti dari organisasi rival mereka. Saat diadakan klarifikasi, akhirnya 2 orang dari mereka mau menyadari kekeliruannya. Sedangkan 3 orang yang lain justru berbalik menentang hingga akhirnya mereka dikeluarkan dengan tidak hormat melalui forum musyawarah anggota. Akibatnya, perpecahanpun terjadi antara anggota yang tersisa. Sebagian tetap membela, sebagian yang lain mendukung pemecatan tiga anggota tersebut. Yang lebih ekstrim, salah satu tim eksklusif tersebut menyatakan mengundurkan diri demi mendukung teman2 mereka. Meski di kemudian hari, akhirnya dia menyatakan menyesal atas keputusan yang dibuatnya sendiri.

Dari kasus diatas, jelas nyata terlihat akibat negatif dari tidak seimbangnya kualitas pengetahuan dengan kematangan pribadi terhadap kelangsungan organisasi

5. Potensi anggota yang tidak tersalurkan
Unsur ini juga menjadi salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan oleh tiap aktivis suatu organisasi. Kasus pemecatan ketiga anggota seperti yang tertulis diatas dapat dijadikan contoh nyata pula. Pada saat Dewan Kehormatan dari organisasi tersebut melakukan pengusutan, ditemukan bahwa motivasi salah satu pelaku penyimpangan hanyalah karena ingin menunjukkan eksistensinya. Sebelum kasus tersebut terjadi, perilaku kontroversial dari anggota yang bersangkutan membuat aktivitasnya tidak “populer” dimata teman-temannya. Akibatnya, anggota tersebut merasa tidak berarti di mata teman-teman “seperjuangannya”. Hal inilah yang kemudian mendorongnya untuk mencoba menunjukkan eksistensinya, dia ingin menunjukkan bahwa diapun mampu melakukan sesuatu yang membanggakan. Namun saat diklarifikasi, prasangka buruk terhadap saudara-saudaranya sendiri membuatnya justru terpisah dengan mereka. Hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini tentu tidak akan terjadi bila dia tidak merasa “tersisih” sehingga potensi besar yang dimilikinya justru disalurkannya ke organisasi yang lain.
Cerita-cerita diatas termasuk salah satu dari sekian banyak kasus yang pernah terjadi dalam satu organisasi. Tentunya masih ada beberapa hal lagi yang dapat mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi. Dan saat faktor-faktor tersebut muncul, maka bersiaplah untuk menjemput kemunduran. Adalah kewajiban bagi tiap-tiap individu yang bergabung dalam satu jamaah untuk bercermin dari tiap peristiwa yang muncul dan mengambil pelajaran sehingga tidak akan terjadi pada organisasi yang digelutinya. Beruntunglah bila dia memutuskan untuk bergabung dalam satu harakah yang dibenarkan dalam Islam. Karena apapun yang akan dilakukannya untuk kemajuan jamaah itu insya Allah akan bernilai pahala untuknya. Tapi bagaimana bila jamaah yang diikutinya bertentangan dengan syariat Islam? Mungkin di satu sisi dia akan merasakan kepuasan dan kesenangan meski disisi lain, mungkin dia akan merasakan kekosongan. Sebaliknya, bagaimana bila justru dia merasakan tekanan dan ketidakpuasan saat bergabung dengan jamaah yang mengklaim diri mereka sesuai dengan syariat Islam?Ada dua kemungkinan jawaban :

1.Ada yang salah dalam penerapan sistem jamaah itu, atau
2.Perlu dievaluasi kembali motivasi dasar dari anggota yang bersangkutan hingga dia merasakan adanya tekanan/ketidakpuasan dalam jamaah tersebut. Sekarang, semoga pembaca dapat mencoba untuk mengevaluasi kembali, sampai dimana perkembangan dari masing-masing jamaah yang diikutinya?

Jurnal Muslimah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar